Senin, 30 Maret 2009

Mbah Fadillah (mbah Fadil Genthan)



Mbah Fadillah adalah ulama pendiri pondok di Genthan Ngrupit Jenangan Ponorogo, beliau adalah mursyid pertama Toreqoh Naqsabandiyah di Ponorogo, beliau seangkatan dan sekaligus teman dengan Mbah Kaji Dullah (Masih keturunan Kyai Ageng Besari Tegalsari) Pilang Surodikraman Ponorogo.

Beliau dimakamkan dibelakang masjid yang didirikan oleh beliau. Dan uniknya masjid genthan ini diambil dari kata "Gentha" yang artinya lonceng yang menggema, dari cerita orang-orang tua dulu pada setiap jam tertentu dari masjid ini terdengar lonceng, tersering pada waktu tengah malam.

Murid terkenal beliau adalah Kyai Abu Dawud pendiri Pondok Pesantren Durisawo nologaten Ponorogo, dan di pondok inilah Kyai Zarkasi penerus pendiri pondok Darussalam Gontor (Trimurti Gontor) menimba ilmu  dan sekaligus dibaiat Thoreqoh Naqsabandiyah

Kembali ke masjid Genthan, di masjid ini diserambi kanan kiri dibuat kamar-kamar yang kemungkinan dipergunakan untuk i'tikaf bertafakur, dan sampai saat ini masih dipakai, dan dimasjid Durisawo juga menirukan hal ini, sayang perhatian Pemda (Dinas yang terkait kurang dalam melestarikan peninggalan yang sangat berharga ini.

Minggu, 29 Maret 2009

Kyai Ageng Mohammad Besari Tegalsari Ponorogo

Silsilah Kyai Ageng Mohammad Besari Tegalsari Ponorogo

Sumber penulis dari buku karangan KY. Moh. Poernomo berjudul "Sejarah Kyai Ageng Mohammad Besari"

Eyang Saketi Joyo




Beliau adalah bangsawan dari keraton solo seanggakatan dengan Eyang Ronggo Warsito, beliau juga sama-sama mondok di pondok pesantren Tegalsari Ponorogo asuhan Kyai Ageng Besari.

namun beliau beserta saudaranya tidak pulang ke solo pada waktu itu karena pihak keraton menyia-nyiakan, beserta adiknya beliau babad deso yang sekarang ini bernama Karang Lo kidul ikut dalam wilayah Jambon Ponorogo (kuarang lebih 5km dari pasar Sumoroto Kauaman menuju selatan), disinlah beliau menyebarkan agama Islam sesuai yang didapat dari gurunya Kyai Ageng Besari tegalsari.

Makam beliau dibelakang MTsN didesa tersebut namun tidak terawat, malah oleh pihak sekolah seakan-akan dijadikan tempat sampah, begitulah keadaannya.

namun alhamdullilah pihak pamong desa(pak kamituwo) ada yang tergugah hatinya untuk membersihkan dan merawat makam beliau, begitu juaga bapak kepala desanyapun mendukungnya.

Dibantu oleh santri Almursyid KH. Imam Muhadi (Jamaah Toreqoh Qodriyah wa Naqsabandiyah) ponorogo yayasan missi swara prana, pembuatan pondasi dimulai dan dilakukan kerja bhakti secara sukarela.

pada masa mondok dulu eyang Saketi Joyo ini diajarkan banyak banyak membaca sholawat oleh Kyai Ageng Besari

eyang ini juga masih kerabat dari eyang Pangeran Trenggono.

berikut sekelumit situasi/ foto makam beliau ketika masih dalam proses kerja bhati